1.Definisi Konstituen
*Pemilih pada daerah pemilihannya
*Kelompok anggota/ pendukung / simpatisan partai tertentu yang menyepakati platform tertentu
2. Dasar Pemikiran
Pada dasarnya mekanisme hubungan partai politik dengan masyarakat sederhana: partai politik membutuhkan suara pemilih dalam pemilu umum. Maka dari itu, partai politik terpaksa harus memperhatikan keinginan para pemilih sebelum mengambil keputusan mengenai program dan kebijakan partai. Artinya, politisi harus mencari informasi tentang kesulitan dan masalah yang sedang dihadapi masyarakat serta kepentingan dan preferensi pemilih. Kemudian partai dapat menawarkan suatu program politik yang membicarakan persoalan-persoalan yang aktual. Dalam kompetisi multi-partai, yang dibutuhkan partai politik adalah responsiveness; kemampuan untuk mendengar dan menjawab. Tanpa mekanisme pengelolaan hubungan dengan masyarakat yang responsif partai politik tidak dapat memaksimalkan hasil di dalam pemilu.
Pengelolaan hubungan dengan masyarakat juga penting bagi keberlangsungan dan survival partai politik sebagai organisasi sosial. Seluruh organisasi berusaha untuk menstabilkan dan mengontrol lingkungannya. Lingkungan yang sangat sentral bagi partai politik adalah konstituennya. Hubungan dan komunikasi dengan masyarakat yang konsisten dan dua arah dapat merupakan stabilisator bagi partai, sebab pemilih merasa lebih akrab dan terikat pada partai dan akan memberikan kontribusi kepadanya. Maka dari itu, partai politik harus berusaha membangun hubungan dengan konstituen yang stabil dan berjangka panjang. Agar hubungan dengan konstituen dapat didirikan dan dikelola dengan baik partai harus mengembangkan pemahaman ideologi dan nilai-nilai dasar partai dan membangun (infra-) struktur partai dulu.
Ideologi dan nilai-nilai merupakan pondasi hubungan partai politik dengan konstituen. Lebih lanjut ada tiga pilar, yaitu sumber daya manusia, prosedur dan mekanisme internal partai, dan sumber daya finansial. Partai harus membangun ideologi sebagai landasan pemikiran dan program partai. Kalau ada ideologi dan nilai-nilai yang jelas, partai dapat mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kurang lebih satu kesamaan dengan ideologi yang mau dikembangkan partai tersebut: Baru setelah itu dilakukan pengorganisasian. Kemudian pengembangan program dapat dijalankan. Ideologi dan nilai-nilai dihadapkan pada semua masalah untuk mengembangkan tawaran solusi atas masalah-masalah, baik masalah ekonomi, sosial, antar agama, dll. Ini yang akan membuat ideologi secara terus menerus applied atau hidup. Ini menjadi siklus, sehingga ini menjadi gerak spiral ke atas.
3. Masalah-masalah hubungan partai dengan konstituen di Indonesia
* Lemahnya pemahaman ideologi dan sistem nilai partai, sehingga ketika timbul suatu persoalan, tidak terlihat adanya perbedaan yang substansial antara partai satu dengan yang lainnya dalam menyelesaikan masalah tsb. Padahal ketika ideologi menjadi suatu sistem nilai, ini seharusnya berdampak pada cara berpikir dan menyelesaikan persoalan. Efek dari lemahnya ideologi ini membuat partai menjadi pragmatis. Tidak mengherankan bahwa akhirnya konstituen menjadi lebih pragmatis juga dan punya kecenderungan memilih figur, kedekatan, atau yang banyak uangnya dan sumbangannya.
* Hubungan partai dengan konstituen sudah terjebak pada pola hubungan jual-beli/transaksional antara buyer dan seller. Untuk mendapatkan suara dalam pemilu, parpol membeli konstituen lewat uang, sembako, kaos, pembangunan mesjid, pembangunan jalan dll.Hal ini dilestarikan oleh hubungan anggota dewan dengan konstituennya, yang terhanyut dalam pola politik sejenis pasca Pemilu. Alih-alih membuat desain keputusan politik yang merupakan terjemahan dari aspirasi dan kepentingan konstituen, anggota dewan terjebak untuk memberikan bantuan dan sumbangan yang bersifat karitatif dan berbiaya tinggi.
* Belum terbangunnya suatu komunitas politik dan infrastrukturnya yang solid, dimana parpol menjadi ujung tombak penyaluran aspirasi dan agregasi kepentintingan komunitas tersebut. Tidak mengherankan ketika pada Pemilu partai A mendapat, katakan-lah 1 juta suara, mereka tidak tahu suara itu berasal dari mana, karena infrastrukturnya belum terbangun.Suara dalam Pemilu sendiri seyogyanya merupakan konsekuensi logis dari suatu kesepakatan atau komitmen yang dibangun bersama dalam komunitas, dimana parpol menjadi ujung tombaknya.
* Parpol menggunakan konstituen untuk kepentingan jangka pendek, dimana parpol memakai konstituen sebagai pendulang suara dalam Pemilu, alat legitimasi, alat mobilisasi, tatkala instrument partai membutuhkan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Konstituen diposisikan sebagai sub-ordinat untuk memenuhi keinginan dan kepentingan politik partai. Pola Pengelolaan Hubungan Partai Politik dengan Konstituen.
* Komunikasi dan hubungan parpol dengan konstituen pada umumnya masih satu arah, yaitu dari parpol kepada konstituen. Desain program parpol tidak mencerminkan harapan dan kebutuhan konstituen yang diwakilinya.
4.Pengelolaan Organisasi
Pada dasarnya terdapat dua strategi untuk mengelola hubungan dengan masyarakat:
* Komunikasi langsung dengan pemilih
* Membangun hubungan dengan pemilih melalui organisasi lain yang berfungsi sebagai mediator
Komunikasi langsung pada umumnya dilaksanakan melalui media massa dan alat-alat political marketing seperti direct mailing, kampanye email atau membangun website internet. Lebih lanjut politisi berupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya mengenai keinginan dan preferensi kelompok-kelompok pemilih melalui penggunaan hasil riset, survey dan focus group discussions. Dalam hubungan semacam itu terdapat suatu kelemahan, yaitu keterikatan terhadap partai agak lemah. Hubungan dengan masyarakat melalui komunikasi langsung tidak menghasilkan sebuah kesepakatan yang mengikat. Artinya pimpinan partai politik tidak dapat mengandalkan dukungan pemilih. Lebih lanjut, seleksi isu-isu (kepentingan dan preferensi pemilih) dilakukan oleh elit partai sendiri.
Dalam pengelolaan hubungan melalui organisasi terdapat agregasi atau preseleksi topik-topik yang tidak melibatkan elit partai. Organisasi seperti serikat buruh, sayap pemuda dalam partai atau organisasi agama membahas masalah-masalah dan memilih beberapa isu yang menjadi suatu paket tuntutan politiknya. Kemudian organisasi tersebut memasuki perundingan dengan elit partai. Kesepakatan yang dapat dicapai pada umumnya tidak mencakup semua tuntutan, akan tetapi meruapakan suatu kompromi antara kepentingan (elit) organisasi tertentu dan (elit) partai politik.
Dibanding komunikasi langsung hubungan melalui organisasi memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang dihadapi masyarakat dan keinginannya karena telah teridentifikasi di dalam organisasi sendiri. Sesudah kesepakatan antara partai dan organisasi lain tercapai, organisasi tersebut akan memobilisasi anggotanya untuk memilih partai politik berdasarkan janji-janjinya. Demikian, lingkungan organisasi distabilisasi karena partai politik dapat mengandalkan dukungan organisasi tersebut.
5.Beberapa Macam Hubungan dan Tipe Lingkungan Organisasi
Pada dasar dapat dibedakan antara hubungan dengan organsisasi yang formal dan informal. Hubungan formal pada umumnya lebih stabil dan efekitf. Akan tetapi efektifitas juga tergantung dari tipe organisasi yang berafiliasi dengan partai. Dalam figur di atas terdapat tiga macam organisasi yang dapat memfasilitasi hubungan dan komunikasi antara elit partai dan pemilih, yaitu new social movements, organisasi pendamping (collateral organisations) dan organisasi anggota.
Organisasi seperti Greenpeace, Amnesty International dan LSM-LSM lain tergolong new social movements. Organisasi semacam itu tidak mempunyai akar sosial yang kuat dan tidak dapat menjamin dukungan dalam pemilu. Lebih lanjut, organisasi tersebut pada umumnya berusaha untuk menjaga image sebagai organisasi yang non-partisan dan independen. Demikian pentingnya new social movements bagi partai terbatas.
Organisasi pendamping (collateral organisations) berinteraksi dengan partai politik secara reguler dan berjangka panjang. Organisasi tersebut pada umumnya mewakili kelompok-kelompok sosial tertentu, misalnya buruh, petani, pemuda, perempuan atau aliran agama tertentu. Melalui organisasi pendamping partai politik dapat mengakses kelompok-kelompok sosial itu dan merekrut anggota baru. Banyak organisasi pendamping mempunyai hubungan dengan partai yang sangat erat. Beberapa organisasi didirikan oleh partai, tetapi sering organisasinya lebih tua daripada partai.
Komunikasi melalui organisasi anggota merupakan hubungan partai dengan pemilih yang paling erat. Anggota partai pada pada umumnya berusaha mengkomunikasikan dan mempromosikan program partai di masyarakat luas. Lebih lanjut, anggota merupakan sensor di tengah masyarakat yang dapat mengetahui masalah dan kebutuhan dan memberikan feedback kepada partai. Akan tetapi, kesetiaan anggota terhadap partai tidak terjamin. Elit partai juga harus bernegosiasi dengan anggotanya, pada umumnya diwakili oleh sayap-sayap partai. Kepaduan partai yang demokratis sangat tergantung pada hasil negosiasi (yang bersifat permanen) antara elit partai dan kelompok-kelompok di dalam partai.
Kesimpulan dari diskusi di atas adalah bahwa partai harus mengidentifikasi kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kesamaan nilai-nilai dengan partai. Organisasi yang mewakili kelompok sosial tersebut harus didekati partai untuk membangun hubungan yang stabil dan keberlanjutan. Berikut ini tedapat contoh perencanaan strategis:
* Hubungan konstituen harus ditandai dengan
1. Wajah politik yang padat dengan ide-ide dan upaya kongkrit yang lebih mensejahterakan rakyat plus nilai-nilai keadilan bagi masyarakat.
2. Orientasi politik ke Grass roots, dimana ide-ide politik harus lebih mendominasi dibandingkan dengan manuver politik yang hanya berorientasi untuk membangun kekuasaan belaka.
* Kemampuan untuk merespon konstituen
Partai politik harus mampu mendengarkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari masyarakat. Disamping itu, partai politik harus tahu apa kebutuhan dan keinginan masyarakat, yang kemudian dipakai sebagai dasar untuk menyusun program partai.
* Penggunaan Media
Partai politik harus mampu berkomunikasi langsung dengan konstituen melalui tatap muka. Komunikasi melalui organisasi-organisasi yang berfungsi sebagai mediator, seperti Serikat Buruh, Serikat Tani, Organisasi Pemuda, Organisasi Perempuan dll. Selain itu, juga dibangun komunikasi melalui media massa: Koran dan majalah, radio, tv, internet dengan web site, email dan telefon. Dan juga yang tidak kalah pentingnya komunikasi dengan menggunakan media riset, polling dan survey.
* Berkelanjutan dan kontinuitas
Komunikasi dengan konstituen tidak dilakukan hanya ketika akan ada pemilu saja, melainkan diadakan secara terus menerus, sistematis dan berkelanjutan. Sehingga irama kerja partai tidak melonjak-lonjak sekaligus dapat menghemat banyak resoursis partai, seperti tenaga dan finansial. Dengan pola komunikasi tersebut, maka konstituen dapat lebih mudah memahami partai politik dan politisi pilihannya.
* Kapabilitas dan kreativitas
Partai harus mempunyai kemampuan untuk membangun pola, metode dan pendekatan komunikasi yang kreatif. Artinya, tidak bisa membuat standar komunikasi yang diterapkan di semua tempat dan untuk semua orang. Partai harus lebih kreatif untuk membangun komunikasi yang membuat konstituen dapat merasa nyaman, aman dan mantap bersama partai. Meningkatkan komunikasi yang sudah eksis di masyarakat (kelompok-kelompok strategis).
* Pembangunan infrastruktur
Merupakan satu usaha untuk memudahkan partai politik memahami siapa sesungguhnya yang menjadi pemilih partai dan sekaligus dapat dipakai untuk menjawab aspirasi masyarakat pada umumnya dan pemilih khususnya. Infrastruktur yang memungkinkan sinergisitas antar aktor kunci partai baik yang di struktural, legislatif, eksekutif maupun kader.
* Peraturan Partai
Dengan peraturan ini, maka tidak ada alasan lain bagi politisi, pengurus dan aktivis partai untuk menghindar bagi terbangunya komunikasi imbal balik dan saling menguntungkan antara partai dengan masyarakat pada umumnya dan pemilih khususnya.
* Sayap partai
Pembangunan sayap partai merupakan jembatan yang paling baik untuk membangun komunikasi dengan masyarakat pada umumnya dan pemilih khususnya. Sayap partai juga berguna untuk mengintensifkan hubungan sektoral dengan masyarakat dan terutama dengan pemilih. Sayap partai juga berguna sebagai filter partaui untuk beberapa isu sektoral.
* Identifikasi personal
Partai harus mempu mengidentifikasikan siapa anggota partai, siapa pemilihnya dan dimana masih ada potensi untuk baik menjadi anggota maupun pemilih. Identifikasi personal dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan bentuk-bentuk komunikasi.
* Sekretariat di daerah pemilihan
Pembuatan sekretariat di daerah pemilihan oleh tiap-tiap politisi dapat dipakai sebagai jembatan komunikasi dan sekaligus memelihara hubungan yang terus menerus dengan masyarakat terutama dengan pemilih. Skretariat ini sebaiknya juga dikaitkan dengan struktur partainya sendiri di daerah pemilihan. Sekretariat tidak hanya melayani pemilioh saja, melainkan juga seluruh masyarakat yang ada di daerah pemilihan tersebut.
*Pemilih pada daerah pemilihannya
*Kelompok anggota/ pendukung / simpatisan partai tertentu yang menyepakati platform tertentu
2. Dasar Pemikiran
Pada dasarnya mekanisme hubungan partai politik dengan masyarakat sederhana: partai politik membutuhkan suara pemilih dalam pemilu umum. Maka dari itu, partai politik terpaksa harus memperhatikan keinginan para pemilih sebelum mengambil keputusan mengenai program dan kebijakan partai. Artinya, politisi harus mencari informasi tentang kesulitan dan masalah yang sedang dihadapi masyarakat serta kepentingan dan preferensi pemilih. Kemudian partai dapat menawarkan suatu program politik yang membicarakan persoalan-persoalan yang aktual. Dalam kompetisi multi-partai, yang dibutuhkan partai politik adalah responsiveness; kemampuan untuk mendengar dan menjawab. Tanpa mekanisme pengelolaan hubungan dengan masyarakat yang responsif partai politik tidak dapat memaksimalkan hasil di dalam pemilu.
Pengelolaan hubungan dengan masyarakat juga penting bagi keberlangsungan dan survival partai politik sebagai organisasi sosial. Seluruh organisasi berusaha untuk menstabilkan dan mengontrol lingkungannya. Lingkungan yang sangat sentral bagi partai politik adalah konstituennya. Hubungan dan komunikasi dengan masyarakat yang konsisten dan dua arah dapat merupakan stabilisator bagi partai, sebab pemilih merasa lebih akrab dan terikat pada partai dan akan memberikan kontribusi kepadanya. Maka dari itu, partai politik harus berusaha membangun hubungan dengan konstituen yang stabil dan berjangka panjang. Agar hubungan dengan konstituen dapat didirikan dan dikelola dengan baik partai harus mengembangkan pemahaman ideologi dan nilai-nilai dasar partai dan membangun (infra-) struktur partai dulu.
Ideologi dan nilai-nilai merupakan pondasi hubungan partai politik dengan konstituen. Lebih lanjut ada tiga pilar, yaitu sumber daya manusia, prosedur dan mekanisme internal partai, dan sumber daya finansial. Partai harus membangun ideologi sebagai landasan pemikiran dan program partai. Kalau ada ideologi dan nilai-nilai yang jelas, partai dapat mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kurang lebih satu kesamaan dengan ideologi yang mau dikembangkan partai tersebut: Baru setelah itu dilakukan pengorganisasian. Kemudian pengembangan program dapat dijalankan. Ideologi dan nilai-nilai dihadapkan pada semua masalah untuk mengembangkan tawaran solusi atas masalah-masalah, baik masalah ekonomi, sosial, antar agama, dll. Ini yang akan membuat ideologi secara terus menerus applied atau hidup. Ini menjadi siklus, sehingga ini menjadi gerak spiral ke atas.
3. Masalah-masalah hubungan partai dengan konstituen di Indonesia
* Lemahnya pemahaman ideologi dan sistem nilai partai, sehingga ketika timbul suatu persoalan, tidak terlihat adanya perbedaan yang substansial antara partai satu dengan yang lainnya dalam menyelesaikan masalah tsb. Padahal ketika ideologi menjadi suatu sistem nilai, ini seharusnya berdampak pada cara berpikir dan menyelesaikan persoalan. Efek dari lemahnya ideologi ini membuat partai menjadi pragmatis. Tidak mengherankan bahwa akhirnya konstituen menjadi lebih pragmatis juga dan punya kecenderungan memilih figur, kedekatan, atau yang banyak uangnya dan sumbangannya.
* Hubungan partai dengan konstituen sudah terjebak pada pola hubungan jual-beli/transaksional antara buyer dan seller. Untuk mendapatkan suara dalam pemilu, parpol membeli konstituen lewat uang, sembako, kaos, pembangunan mesjid, pembangunan jalan dll.Hal ini dilestarikan oleh hubungan anggota dewan dengan konstituennya, yang terhanyut dalam pola politik sejenis pasca Pemilu. Alih-alih membuat desain keputusan politik yang merupakan terjemahan dari aspirasi dan kepentingan konstituen, anggota dewan terjebak untuk memberikan bantuan dan sumbangan yang bersifat karitatif dan berbiaya tinggi.
* Belum terbangunnya suatu komunitas politik dan infrastrukturnya yang solid, dimana parpol menjadi ujung tombak penyaluran aspirasi dan agregasi kepentintingan komunitas tersebut. Tidak mengherankan ketika pada Pemilu partai A mendapat, katakan-lah 1 juta suara, mereka tidak tahu suara itu berasal dari mana, karena infrastrukturnya belum terbangun.Suara dalam Pemilu sendiri seyogyanya merupakan konsekuensi logis dari suatu kesepakatan atau komitmen yang dibangun bersama dalam komunitas, dimana parpol menjadi ujung tombaknya.
* Parpol menggunakan konstituen untuk kepentingan jangka pendek, dimana parpol memakai konstituen sebagai pendulang suara dalam Pemilu, alat legitimasi, alat mobilisasi, tatkala instrument partai membutuhkan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Konstituen diposisikan sebagai sub-ordinat untuk memenuhi keinginan dan kepentingan politik partai. Pola Pengelolaan Hubungan Partai Politik dengan Konstituen.
* Komunikasi dan hubungan parpol dengan konstituen pada umumnya masih satu arah, yaitu dari parpol kepada konstituen. Desain program parpol tidak mencerminkan harapan dan kebutuhan konstituen yang diwakilinya.
4.Pengelolaan Organisasi
Pada dasarnya terdapat dua strategi untuk mengelola hubungan dengan masyarakat:
* Komunikasi langsung dengan pemilih
* Membangun hubungan dengan pemilih melalui organisasi lain yang berfungsi sebagai mediator
Komunikasi langsung pada umumnya dilaksanakan melalui media massa dan alat-alat political marketing seperti direct mailing, kampanye email atau membangun website internet. Lebih lanjut politisi berupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya mengenai keinginan dan preferensi kelompok-kelompok pemilih melalui penggunaan hasil riset, survey dan focus group discussions. Dalam hubungan semacam itu terdapat suatu kelemahan, yaitu keterikatan terhadap partai agak lemah. Hubungan dengan masyarakat melalui komunikasi langsung tidak menghasilkan sebuah kesepakatan yang mengikat. Artinya pimpinan partai politik tidak dapat mengandalkan dukungan pemilih. Lebih lanjut, seleksi isu-isu (kepentingan dan preferensi pemilih) dilakukan oleh elit partai sendiri.
Dalam pengelolaan hubungan melalui organisasi terdapat agregasi atau preseleksi topik-topik yang tidak melibatkan elit partai. Organisasi seperti serikat buruh, sayap pemuda dalam partai atau organisasi agama membahas masalah-masalah dan memilih beberapa isu yang menjadi suatu paket tuntutan politiknya. Kemudian organisasi tersebut memasuki perundingan dengan elit partai. Kesepakatan yang dapat dicapai pada umumnya tidak mencakup semua tuntutan, akan tetapi meruapakan suatu kompromi antara kepentingan (elit) organisasi tertentu dan (elit) partai politik.
Dibanding komunikasi langsung hubungan melalui organisasi memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang dihadapi masyarakat dan keinginannya karena telah teridentifikasi di dalam organisasi sendiri. Sesudah kesepakatan antara partai dan organisasi lain tercapai, organisasi tersebut akan memobilisasi anggotanya untuk memilih partai politik berdasarkan janji-janjinya. Demikian, lingkungan organisasi distabilisasi karena partai politik dapat mengandalkan dukungan organisasi tersebut.
5.Beberapa Macam Hubungan dan Tipe Lingkungan Organisasi
Pada dasar dapat dibedakan antara hubungan dengan organsisasi yang formal dan informal. Hubungan formal pada umumnya lebih stabil dan efekitf. Akan tetapi efektifitas juga tergantung dari tipe organisasi yang berafiliasi dengan partai. Dalam figur di atas terdapat tiga macam organisasi yang dapat memfasilitasi hubungan dan komunikasi antara elit partai dan pemilih, yaitu new social movements, organisasi pendamping (collateral organisations) dan organisasi anggota.
Organisasi seperti Greenpeace, Amnesty International dan LSM-LSM lain tergolong new social movements. Organisasi semacam itu tidak mempunyai akar sosial yang kuat dan tidak dapat menjamin dukungan dalam pemilu. Lebih lanjut, organisasi tersebut pada umumnya berusaha untuk menjaga image sebagai organisasi yang non-partisan dan independen. Demikian pentingnya new social movements bagi partai terbatas.
Organisasi pendamping (collateral organisations) berinteraksi dengan partai politik secara reguler dan berjangka panjang. Organisasi tersebut pada umumnya mewakili kelompok-kelompok sosial tertentu, misalnya buruh, petani, pemuda, perempuan atau aliran agama tertentu. Melalui organisasi pendamping partai politik dapat mengakses kelompok-kelompok sosial itu dan merekrut anggota baru. Banyak organisasi pendamping mempunyai hubungan dengan partai yang sangat erat. Beberapa organisasi didirikan oleh partai, tetapi sering organisasinya lebih tua daripada partai.
Komunikasi melalui organisasi anggota merupakan hubungan partai dengan pemilih yang paling erat. Anggota partai pada pada umumnya berusaha mengkomunikasikan dan mempromosikan program partai di masyarakat luas. Lebih lanjut, anggota merupakan sensor di tengah masyarakat yang dapat mengetahui masalah dan kebutuhan dan memberikan feedback kepada partai. Akan tetapi, kesetiaan anggota terhadap partai tidak terjamin. Elit partai juga harus bernegosiasi dengan anggotanya, pada umumnya diwakili oleh sayap-sayap partai. Kepaduan partai yang demokratis sangat tergantung pada hasil negosiasi (yang bersifat permanen) antara elit partai dan kelompok-kelompok di dalam partai.
Kesimpulan dari diskusi di atas adalah bahwa partai harus mengidentifikasi kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kesamaan nilai-nilai dengan partai. Organisasi yang mewakili kelompok sosial tersebut harus didekati partai untuk membangun hubungan yang stabil dan keberlanjutan. Berikut ini tedapat contoh perencanaan strategis:
* Hubungan konstituen harus ditandai dengan
1. Wajah politik yang padat dengan ide-ide dan upaya kongkrit yang lebih mensejahterakan rakyat plus nilai-nilai keadilan bagi masyarakat.
2. Orientasi politik ke Grass roots, dimana ide-ide politik harus lebih mendominasi dibandingkan dengan manuver politik yang hanya berorientasi untuk membangun kekuasaan belaka.
* Kemampuan untuk merespon konstituen
Partai politik harus mampu mendengarkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari masyarakat. Disamping itu, partai politik harus tahu apa kebutuhan dan keinginan masyarakat, yang kemudian dipakai sebagai dasar untuk menyusun program partai.
* Penggunaan Media
Partai politik harus mampu berkomunikasi langsung dengan konstituen melalui tatap muka. Komunikasi melalui organisasi-organisasi yang berfungsi sebagai mediator, seperti Serikat Buruh, Serikat Tani, Organisasi Pemuda, Organisasi Perempuan dll. Selain itu, juga dibangun komunikasi melalui media massa: Koran dan majalah, radio, tv, internet dengan web site, email dan telefon. Dan juga yang tidak kalah pentingnya komunikasi dengan menggunakan media riset, polling dan survey.
* Berkelanjutan dan kontinuitas
Komunikasi dengan konstituen tidak dilakukan hanya ketika akan ada pemilu saja, melainkan diadakan secara terus menerus, sistematis dan berkelanjutan. Sehingga irama kerja partai tidak melonjak-lonjak sekaligus dapat menghemat banyak resoursis partai, seperti tenaga dan finansial. Dengan pola komunikasi tersebut, maka konstituen dapat lebih mudah memahami partai politik dan politisi pilihannya.
* Kapabilitas dan kreativitas
Partai harus mempunyai kemampuan untuk membangun pola, metode dan pendekatan komunikasi yang kreatif. Artinya, tidak bisa membuat standar komunikasi yang diterapkan di semua tempat dan untuk semua orang. Partai harus lebih kreatif untuk membangun komunikasi yang membuat konstituen dapat merasa nyaman, aman dan mantap bersama partai. Meningkatkan komunikasi yang sudah eksis di masyarakat (kelompok-kelompok strategis).
* Pembangunan infrastruktur
Merupakan satu usaha untuk memudahkan partai politik memahami siapa sesungguhnya yang menjadi pemilih partai dan sekaligus dapat dipakai untuk menjawab aspirasi masyarakat pada umumnya dan pemilih khususnya. Infrastruktur yang memungkinkan sinergisitas antar aktor kunci partai baik yang di struktural, legislatif, eksekutif maupun kader.
* Peraturan Partai
Dengan peraturan ini, maka tidak ada alasan lain bagi politisi, pengurus dan aktivis partai untuk menghindar bagi terbangunya komunikasi imbal balik dan saling menguntungkan antara partai dengan masyarakat pada umumnya dan pemilih khususnya.
* Sayap partai
Pembangunan sayap partai merupakan jembatan yang paling baik untuk membangun komunikasi dengan masyarakat pada umumnya dan pemilih khususnya. Sayap partai juga berguna untuk mengintensifkan hubungan sektoral dengan masyarakat dan terutama dengan pemilih. Sayap partai juga berguna sebagai filter partaui untuk beberapa isu sektoral.
* Identifikasi personal
Partai harus mempu mengidentifikasikan siapa anggota partai, siapa pemilihnya dan dimana masih ada potensi untuk baik menjadi anggota maupun pemilih. Identifikasi personal dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan bentuk-bentuk komunikasi.
* Sekretariat di daerah pemilihan
Pembuatan sekretariat di daerah pemilihan oleh tiap-tiap politisi dapat dipakai sebagai jembatan komunikasi dan sekaligus memelihara hubungan yang terus menerus dengan masyarakat terutama dengan pemilih. Skretariat ini sebaiknya juga dikaitkan dengan struktur partainya sendiri di daerah pemilihan. Sekretariat tidak hanya melayani pemilioh saja, melainkan juga seluruh masyarakat yang ada di daerah pemilihan tersebut.